Kamis, 20 Agustus 2015

APRESIASI PUISI INDONESIA



APRESIASI PUISI INDONESIA

1.       Pengantar
           
            Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbeda dengan bentuk karya sastra lainnya. Perbedaannya antara lain terletak pada bahasanya yang jauh lebih padat dibandingkan dengan bentuk prosa. Dan bentuknya yang dibangun dalam bentuk larik-larik yang berbeda pula dengan bentuk prosa. Kepadatan bahasanya terlihat dari ungkapan idenya yang tidak mempergunakan bahasa yang terurai melainkan dengan bahasa yang padu dan padat. Para pengamat karya sastra sering membedakan kedua bentuk puisi dengan prosa dengan mengatakan bahwa puisi adalah karangan yang pada bahasany sedangkan prosa adalah karangan yang terurai bahasanya.
            Sebagai suatu karya sastra, puisi mengandung ide, mengandung gagasan, mengandung pokok persoalan tertentu yang ingin disampaikan penyairnya. Gagasan itu tertuang dalam keseluruhan puisi. Sebagai suatu wacan puisi, ia mengandung unsure-unsur yang mendukungnya yaitu tema dan struktur yang membangun tema itu.
            Analisi puisi adalah analisis yang mengacu pada kegiatan yang menelaah, unsure-unsur yang membangun karya puisi sehingga menimbulkan kesan dalam tentang gagasan yang diungkapkannya. Dengan analsis, diharapkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya akan dapat terungkapkan.


2.       Tujuan Instrksional Umum
            Setelah mengapresiasi kaya sastra, diharapkan siswa mampu menghayati karya sastra sehingga tumbuh pengertian yang dalam terhadapnya.

3.       Tujuan Instruksional Khusus
            Setelah mempelajari modul ini, anda diharapkan dapat :
a.       Menjelaskan perbedaan antara puisi dengan prosa sebagai hakikat puisi.
b.      Menjelaskan unsure-unsur yang membangun puisi
c.       Mengapresiasi puisi yang ditemukan.

4.       Kegiatan Belajar
4.3 Kegiatan Belajar 3

HAKIKAT
            Sebelum anda mempeljari hakikat puisi, bacala dahulu beberapa puisi yang dihasilkan oleh para pujangga di bawah ini :
1.                     Sajak
O, bukannya dalam kata yang rencak
Kata yang pelik kebagusan sajak
O, pujangga, buang segala kata
Yang kan Cuma mempermainkan mata
Dan hanya dibaca selintas lalu
Karena tak keluar dari sukma

Seperti matahari mencintai bumi
Memberi sinar selama-lamanya
Tiada meminta sesuatu kembali
Haus cintamu senantiasa
                                                            Dari : Madah Kelana
                                                                        Sanusi Pane
2.                     Puisi
Kun fayakun
Saat penciptaan kedua adalah puisi
Tertimba dari kehidupan yang kau tangisi
Bumi yang kau diami, laut yang kau layari
Adalah puisi
Kebun yang kau tanami, bukit yang kau gunduli
Adalah puisi
Gubuk yang kau ratapi, gedung yang kau tinggali adalah puisi
Dan dari setiap tanah yang kau pijak
Sawah-sawah yang kau bajak
Katakanlah sajak
Puisi adalah manisan
Yang terbuat dari butir-butir kepahitan
Puisi adalah selling yang megah yang terbuat dari butir-butir hati yang gelisah.

                                                            Dari Dodong Djiwaprada
                                                            Dalam: Laut Biru Langit Biru
3.                     Dengan Puisi, Aku……
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
                                                (dengan puisi aku…)
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengantuk
Napas jarum yang busuk
Dengan puisi aku berdoa perkenankanlah kiranya.
                                                Dari : Buku Tamu Musium Perjuangan
                                                Karya : Taufik Ismil

Dari ketiga puisi diatas terlihat sebenarnya apa hakikat puisi. Puisi (1) yang berjudul sajak, mengatakan bahwa puisi adalah cetusan sukma, sesuatu yang keluar dari sukma, dari jiwa, dari hati nurani. Puisi yang kedua (2) melibat puisi dari sudut lain yaitu penghayatan terhadap alam semesta ciptaan Tuhan ini. Semua yang terbentang adalah puisi yang mengandung keindahan yang hakiki. Sedangkan puisi ketiga (3) puisi sebagai alat pengungkapan pikiran dan perasaan atau sebagai alat ekspresi.
Puisi adalah salah satu bentuk area sastra yang berbeda dengan bentuk karya sastra lainnya, prosa maupun drama. Perbedaannya terletak pada daya intensifikasi dan konsentrasi yang lebih tinggi di antara ketiganya. Daya intensifikasi terlihat pada pilihan katanya, yang menimbulkan imajinasi yang berkembang konsentrasi terlihat pada kepadatan bahasa yang dipergunakannya. Ketiga, puisi diatas dapat saja disajikan dalam bentuk prosa dan bahasa yang terurai. Tetapi penyajian dalam bentuk prosa jelas akan menimbulkan kesan yang berbeda dalam bentuk puisi. Artinya, daya intensifikasi dan konsentrasinya akan berbeda.
h.B. Yasin dalam bukunya Tiga Penyair dan Daerahnya, membandingkan puisi dengan prosa ibarat orang yang menari dengan orang yang berjalan biasa. Seseorang yang menari menggerakkan langkahnya ke kiri. Dan ke muka, ke belakang dengan penuh irama mengikuti irama musik atau lagu yang mengiringinya, sedangkan seseorang yang berjalan biasa ia melangkah dengan ketetapan langkah yang biasa dan mantap. Puisi adalah pemikiran manusia seluruhnya, manusia dengan pikiran dan persaannya. Kelebihan penyair dari pengarang prosa ialah bahwa ia menguasai pemakaian kata-kata yang telah usang menjadi kata yang hidup dan bernyawa.
Bahasa yang digunakan penyair dalam mengungkapkan penghayatnnya bukan hanya sebagai alat saja melainkan sekaligus sebagai tujuan pemakaian kata-kata bagi penyair bukan sekedar mengandung arti, tetap juga mengandung nilai kata-kata bagi penyair bisa terasa indah, terasa keras halus, menyedihkan membuka semangat baru ataupun merunthkan jiwanya. Untuk memahami kata-kata yang digunakan penyair, kita sebagai pembaca tidak cukup hanya memahami artinya secara harafiah melainkan harus memahaminya secara keseluruhan dengan suasana  yang mendukungnya. Itulah nilai rasa yang digunakan penyair dalam memilih kata-kata di dalam puisi. Kata sakit tidak bisa begitu saja diganti dengan kata gering, walaupun kedua kata itu sama maknanya, karena kata itu memiliki nilai rasa yang berbeda bagi penyair.
Kekuatan puisi terletak pada irama yang mendukungnya. Oleh karena itu, pada dasarnya puisi adalah karangan sastra untuk didengarkan karena manis idaknya suatu iroma hanya dapat didengarkan. Hal ini akan sangat jelas terasa pada puisi lisan. Namun pada puisi tertulis pun dapat dirasakan irama. Irama puisi dibentuk oleh persamaan bunyi yang kalau dibaca akan menimbulkan rasa irama tertentu di dalam jiwa. Dalam hal ini bahkan juga ada yang mengatakan bahwa maksud utama puisi bukan untuk berbicara tetapi untuk berdendang pada pendengarnya (Taringan.5)
Karya sastra pada dasarnya hanyalah rekaan pengarang semata, yaitu sesuatu yang bukan dunia nyata (fakta). Fakta kehidupan nyata diangkat ole pengarang ke alam fiksi melalui daya imajinasi yang tinggi shingga tetap dapat dihayati oleh pembaca maupun pendengar. Demikian juga halnya dengan puisi. Puisi adalah rekaan pengarang atau hasil imajinasi pengarang. Karena itu pembaca puisi tidak sama dengan membaca laporan biasa yang dapat dilihat fakta-fakta dalam kehidupan nyata diangkat (diletakkan) penyair dalam jaringan keseluruhan dunia fiksi, dunia rekaan, dunia imajinasi. Perhatikan puisi di bawah ini!
                       
                                    Karangan Bunga
Tiga gadis kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba sore itu
Ini dari kami bertiga
Pita karangan bunga
Tanda kami ikut
Bagi kakak yang ditembak mati slang
                                                              (Taufik Ismail)

Setelah membaca puisi tersebut seolah-olah kita melihat rekaman peristiwa pada suatu hari di waktu sore. Tiga anak yang masih kecil melangkah malu-malu sambil membawa karangan bungan tanda mereka ikut berduka cita terhadap meninggalnya seseorang yang mereka anggap sebagai kakak mereka. Hanya itukah yang kita terima dari puisi itu sebagai rekaman peristiwa nyata? Kalau demikian, mengapa tiga gadis yang cuma diungkapkan? Mengapa tidak tiga orang pemuda, tiga orang tua, tiga orang perwira, dan sebagainya? Banyak pertanyaan yang terpancing oleh kata-kata akan yang dipergunakan penyair dalam puisinya? Mungkin hanya suatu fakta, kalau kita akan berhenti sampai di sana, mungkin juga itu suatu diksi yang mempunyai makna lain di balik makna harfiah puisi tersebut. Inilah konsentrasi dan intensifikasinya karya puisi.
Di samping kepadatan  bahasa, bentuk penyajian puisi berbeda dengan  bentuk penyajian prosa. Puisi ditulis dalam bentuk larik-larik sedangkan prosa ditulis dalam bentuk karangan biasa, beralinea atau berparagraf. Perhatikan puisi di bawah ini.

Tutuplah Jendela itu Adikku

Tutuplah jendela itu adikku
angin malam jahat sekali
barangkali membawa debu
nyang menyesakkan nafasmu


Tutuplah jendela itu adikku
Berhentilah dari keinginan
Untuk bermain malam-malam
di luar sangatlah gelap
tapi di sini begitu terang
Tidulah engkau dengan lelap
Adikku sayang
Dari : Sinar Harapan

Perhatikan pula penyajian berikut ini!
“Adikku, tutuplah jendela itu. Hari sudah larut malam. Angin malam nanti akan menyesakkan nafasmu, karena ia mungkin membawa debu”.
“Adikku, tutuplah jendela itu. Hentikan keinginanmu untuk bermain malam-malam. Di luar hari sangat gelap. Tidurlah engkau adikku sayang”.

Terlihat bahwa kedua jenis karangan itu ditulis dalam bentuk yang berbeda. Yang satu dalam bentuk puisi yang lainnya dalam bentuk prosa, walaupun keduanya mengandung isi yang sama. Dari sudut pemakaian bahasa jelas, bahasa proses lebih banyak menggunakan kata penghubung dari puisi. Itulah sebabnya mengapa bahasa prosa lebih terurai.

Seorang penyair kadangkala bermain dengan bentuk. Bagi mereka yang suka bermain dengan bentuk, visualisasi puisi lebih diutamakan di samping kata-kata sebagai unsur bahasa. Bentuk puisi bahkan mengandung makna tersendiri di balik makna kata yang dipergunakan. Puisi-puisi seperti itu terlihat pada puisi Sutardji Calzoum Bahri, Danarto, dan beberapa penyair lainnya yang termasuk ke dalam penyair tahun 70-an. Perhatikan salah satu bentuk puisi berikut ini!

Tragedi Winka dan Sihka
kawin
kawin
kawin
kawin
ka
win
ka
win
ka
win
winka
winka
winka
sihka
sihka
sih
ka
sih
ku
ka
ku                                    (Sutardji Calzoum Bahri)

Perhatikan pula puisi Sutardji Calzoum Bahri yang berjudul “Q” di bawah ini!

“Q”
!!
!!!
!!!   !!           !
     !
! a
l i f  !    !
1
1
1      a       m
  !     !
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
i i i i i i i i
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
Puisi di atas tanpa kata. Yang ada hanya tanda seru, aliflammin dan judul Q. dengan kata alif lam min, pikiran terarah pada ayat dalam kitab suci Alquran. Dengan demikian pula pikiran juga terangsang pada huruf  “Q” yang kemungkinan berarti “Alquran”. Lalu tanda menu yang berderet banyak, apa artinya, apa maksudnya? Tanda perintahkah? Tanda konsentrasikah? Atau tanda lainnya? Semua menimbulkan tanda tanya. Unsur visualisasi tampak tebih kuat dalam puisi tersebut daripada isinya. Apakah memang demikian? Kalau puisi itu diperdengarkan, atau dibaca dengan bersuara, mungkin akan tidak terdengar iramanya, karena dibangun oleh persamaan bunyi pada kata-kata. Kalau demikian barangkali segi konsentrasi lebih diutamakan dalam puisi itu.
Bahkan ada puisi yang sama sekali menolak kata. Puisi yang diutarakan tidak lebih dari sebuah benda saja tanpa diiringi kata-kata. Perhatikan puisi Danarto di bawah ini.










Puisi tersebut hanya kubus dengan 6 ruang (kotak) saja. Apa yang ingin disampaikan penyair dalam puisi tersebut? Jelas analisis terhadap puisi tersebut tidak sama dengan analisanya puisi biasa yang memakai kata menganalisanya memerlukan cara tertentu, mungkin melalui teori filsafat, tentang makna ruang, atau tidak dianalisis sama sekali karena kalau dianalisis pun akan menimbulkan makna ganda yang tidak berkeputusan.
Banyak puisi- puisi yang demikian itu, yang timbul pada tahun 70-an. Puisi tersebut dianggap cenderung kepada lambang-lambang atau mantera. Puisi yang seperti itu dikenal dengan puisi mbeling atau puisi kontemporer. Apakah puisi yang seperti itu akan dapat diterima masyarakat pencinta sastra atau tidak, tergantung sepenuhnya kepada masyarakat yang akan memahaminya. Puisi yang baik adalah puisi yang setiap dibaca, menimbulkan kesan yang lebih dalam lagi dan langgeng di masyarakat, walaupun puisi tersebut mempergunakan gaya metafora, yang perlu ditafsirkan lebih jauh lagi dari makna kata harfiahnya. Misalnya puisi Menuju ke Laut  karya Sultan Takdir Alisyahbana, walaupun puisi tersebut sudat terbit mulai tahun 30-an yang lalu, tetapi memberi semangat baru bagi yang membacanya. Demikian juga karya-karya pujangga lainnya seperti Mengawan karya Amir Hamzah,  Padamu Jua dan banyak puisi lainnya.

Contoh:

Menuju Ke Laut
Kami telah meninggalkan engkau tasik yang tenang
tasik yang tenang tiada beriak
diteduhi gunung yang rimbun
dari angin dan topan
sebab sekali kami bangun dari mimpi yang nikmat
“ombak ria berkejar-kejaran
di gelanggang biru bertepi langit
pasir rata berulang dikecup
tebing curam ditantang diserang
dalam bergurau bersama angin
dalam berlomba bersama mega”
sejak itu jiwa gelisah,
selalu berjuang tiada reda
ketenangan lama rasa beku
gunung pelindung rasa penghalang
berontak hati hendak bebas
menyerang segala apa mengadang

Gemuruh berderai kami jauh
terhempas berderai mutiara bercahaya
gegap gempita suara mengerang
dahsyat bahana suara menang
keluh elan gelak silih berganti
pekik dan tampik sambut menyambut

Tetapi betapa sukarnya jalan
badan terhempas kepala tertumbuk
hati hancur, pikiran kusut,
namun kembali tiada ingin
ketenangan lama tiada diratap
kami telah meninggalkan engkau
tasik yang tenang tiada beriak
diteduhi gunung yang rimbun
dari angin dan topan
sebab sekali kami terbangun dari mimpi yang nikmat
Sultan Takdir Alisyahbana
Dari Pembaru

Tasik yang tenang dalam puisi tersebut bermakna metaforis, yaitu kehidupan masyarakat lama yang statis, yang tenang yang tak mudah dilanda pengaruh kebudayaan baru. Sedangkan ombak riak di lautan, adalah metafora untuk kehidupan  modern yang penuh dinamika, yang penuh perjuangan hidup. Dan kata kami mewakili sekelompok masyarakat yang meninggalkan kehidupan lama yang penuh dengan adat istiadat menuju kehidupan baru yang penuh tantangan hidup. Jelas puisi tersebut penuh dengan kata-kata yang bermakna metafora. Namun demikian dapat dicerna maksudnya, tetap dapat dihayati sampai sekarang oleh pecinta karya sastra. Perhatikan pula puisi  Amir Hamzah berikut ini!

Mengawan

Ranggang aku dari padaku mengikuti kawalku
mengawan naik
kotor, terhantar, paduan benda empat perkara

Datang pikiran membentang kenang, membunga
cahaya cuaca lampu, menjadi terang mengilau
lewat lambat aku dan dia, ria tawa, bersedih
suka, berkasih pedih, bagi merpati bersambut mulut
Tersenyum sukma, kasihan serta
Benda mencinta benda…
Naik aku mengawan rahman, mengikuti kawal
membawa warta
Kuat, sayapku, bawakan aku, biar sampai
membadai belai celah tersentuh, dikursi kestur

Amir Hamzah
Nyani Sunyi
Demikian juga dengan puisi di atas, penuh dengan metafora, tetapi tetap dapat dipahami dan selalu menimbulkan kesan yang dalam tentang kehidupan manusia.
Dari segi isinya, ada puisi yang dengan mudah dapat ditangkap maknanya karena puisi tersebut mempergunakan kata-kata atau rangkaian kata yang dapat ditangkap isinya. Puisi yang seperti itu disebut puisi diafan. Perhatikan puisi di bawah ini!
Dari Seorang Guru kepada Murid-Muridnya

Apakah yang kupunya anak-anakku
Selain buku dan sedikit ilmu
Sumber pengabdianku kepadamu

Kalau hari Minggu engkau datang ke rumahku
aku takut anak-anakku
kursi-kursi tua yang di sana
dan meja tulis sederhana
dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
semua akan bercerita padamu
entang hidupku di rumah tangga

Ah, tentang ini tak pernah aku bercerita
depan kelas, sedang menatap wajah-wajahmu reamja
horison yang selalu biru bagiku
karena kutahu, anak-anakku
engkau terlalu muda
engkau terlalu bersih dari dosa
untuk mengenal ini semua
Haryanto Andang Jaya
Puisi itu begitu mudah dipahami maknanya. Makna kelimat begitu jelas dipahami demikian juga makna keseluruhannya. Tetapi ada juga puisi yang walaupun katanya mudah dipahami artinya, tetapi sulit dipahami maksudnya. Kata-kata yang digunakan bermakna abstrak sehingga sulit dipahami. Penyair tampaknya hanya mempermainkan kata-kata dengan menjajarkan kata-kata tanpa dapat dipahami maknanya. Puisi yang seperti itu dinamakan puisi hermatis, yaitu puisi yang sulit dicerna maknanya (maksudnya). Perhatikan pula puisi di bawah ini!

Bumi Pertiwi

Kalau kita tak ingin mati
Tidurlah di bumi pertiwi
Yang sepi
Dari teka teki

G.M. Sihana
Gadis, No. 18 Juli 1980

Apa yang ingin disampaikan penyair di dalam puisinya? Apa yang dimaksud dengan bumi pertiwi yang sepi dari teka – teki? Apa pula hubungannya dengan menghindarkan kematian dengan tidur di bumi pertiwi? Begitu berbelit makna puisi itu, begitu sulit untuk dicerna. Di samping itu, ada juga puisi yang walaupun sulit dicerna, tetapi lambat laun menimbulkan kesan tertentu terhadap isinya. Puisi yang demikian dinamakan puisi prismatis. Perhatikan pula puisi berikut ini!

Dalammu

Dalam teriknya panasmu
Dalam gemuruhnya lautan
Dalam sayupnya bintang pari
Dalam nyala kapal-kapal nelayan
Dalam hati perempuan yang suaminya merantau
Dalam petatah petitih
Dalam nyiur kelapa gading yang melambai
Dalam sejarah yang dikuburkan
Dalam gelisahnya Malin Kundang, Anggun nan Tongga, Rambu Penenan
Ketemui diriku
Upita Agustine, Maret 1976
Dalam Laut Biru Langit Biru, hal 656

Dalam puisi di atas ada sesuatu yang diungkapkan penyair, walaupun disajikan dalam bentuk yang demikian. Pada mulanya kita hanyak diajak pada deretan pikiran saja, yang diakhirnya baru kita temui pada yang dirasakan penyair.

Dari sudut bentuknya, ada puisi yang dinamakan puisi narasi yaitu puisi yang memperhatikan unsur-unsur cerita, seperti adanya tokoh, alur,  dan latar. Di samping itu ada juga puisi yang diberi cerita, tetapi cenderung mengemukakan ide-ide, pikiran dan perasaan penyair. Puisi yang demikian dinamakan puisi lirik. Ada pula puisi yang memperhatikan unsur-unsur drama, seperti dialog, puisi tersebut dinamakan puisi dramatik.
Demikian hakikatnya puisi yang berbeda dengan bentuk karya sastra lainnya seperti cerpen, bovel maupun drama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar