UNSUR-UNSUR PUISI
Ada beberapa pandangan para pengamat karya sastra tentang unsur puisi.
Pada hakikatnya pandangan-pandangan itu mempunyai persamaan. Perbedaan hanya
terletak pada perbedaan titik pandangan mereka dalam melihat karya sastra
khususnya puisi.
Maryorie Boulton dalam bukunya Anatomy of The Poetry, membagi puisi atas dua unsur yang pokok
yaitu 1) bentuk fisik dan 2) bentuk mental. Bentuk fisik terlihat dan
penampilan puisi di atas kerta dalam bentuk larik-larik
puisi ke dalamnya termasuk irama,
persajakan, intonasi dan berbaai gema
serta pengulangan-pengulangan (intensitas).
Sedangkan bentuk mental mengandung struktur kaidah, uraian logis, pola-pola
keindahan tersendiri yang dapat dirasakan oleh penikmat puisi. Hutagalung dalam
pembicaraannya dapat dimasukkan: kekayaan
imajinasi, kesendikiawan kearifan dan
keaslian. Kedua unsur pokok tersebut bukanlah unsur yang masing-masing
berdiri sendiri melainkan unsur yang saling bertautan dalam membangun karya
puisi Apresiasi puisi hendaklah mengacu pada kedua unsur pokok di atas.
Kedua pandangan tersebut sebenarnya memperlihatkan hal
yang sama, hanya mempergunakan sudut pandang dan istilah yang berbeda saja.
Dalam apresiasi puisi sukar kita memisahkan kedua unsur
pokok tersebut baik unsur bentuk fisik
dan bentuk mental matipun unsur struktur dan tema (amanat) sebab sebuah puisi hendaklah dipahami secara
keseluruhan bukan dalam penggalan-penggalan, karena penggalan-penggalan baik
penggalan satu larik maupun satu bait, baru merupakan potongan puisi belum
makna utuh puisi. Sebagai contoh dapat dibaca puisi sebagai berikut ini:
Karangan Bunga
Tiga gadis kecil
dalam langkah malu-malu
datang ke salemba
sore itu
“Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Bagi kakak yang ditembak mati siang tadi”.
(Taufik Ismail)
Puisi itu tidak mungkin
dipahami kalau hanya penggalan saja yang diapresiasi. Kalau hanya salah satu
baitnya yang apresiasi tidak akan terlihat konteknya dengan keseluruhan puisi.
Misalnya:
“Ini dari
kami bertiga
Pita hitam
pada karangan bunga
Tanda kami
ikut berduka
Bagi kaka
yang ditembak mati siang tadi”
(Taufik
Ismail)
Apalagi kalau hanya dilihat dari lirik saja
“Ini dari kami bertiga
Jelas akan menimbulkan kesan
yang berbeda dari keseluruhan makna. Oleh karena itu, kedua unsur pokok itu
adalah hal yang tak dapat dipisahkan.
Sebagai dasar apresiasi kita
pergunakan salah satu teori tadi yaitu unsur struktur dan tema (amanat) dengan
tidak menutup kemungkinan kalau Anda menggunakan teori yang lainnya. Seperti
yang sudah dikatakan sebelumnya, bahwa pada hakikatnya kedua teori tersebut
sama saja
A.
Tema
Tema adalah persoalan yang
ingin diungkap pengarang. Setiap seseorang menulis tentu ada yang ingin
disampaikan, yang ingin diungkapkannya. Tentu ada persoalan yang mendesak
jiwanya untuk diungkap. Menurut Hutagalung, kalau ide ini meruncing, mempunyai
makna tertentu, disebut amanat,
tetapi kalau penyair tidak mencari makna hanya mengutarakan ide, disebut tema.
Bagi penyakir, sesuatu yang
terdapat di alam ini dapat saja menjadi tema puisinya. Tema yang besar selalu
memberikan sesuatu yang berarti bagi hidup manusia. Apa yang dihasilkan melalui
karyanya bukanlah sekedar rentetan fakta, melainkan dengan kekuatan daya
rekannya dapat mencari makna yang terdapat di balik fakta tadi. Penyair mampu
melihat jalinan fakta itu dan melalui renungannya terhadap jalinan fakta itu
disampaikan kepada pembaca untuk dihayati. Makna yang diterima penyair itu
dirasakan sebagai suatu kebenaran yang dapat dirasakan sepanjang masa. Tentu
daya penyair yang demikian hatinya terbuka terhadap kehidupan. Seorang
pengarang yang hatinya tidak terbuka kepada kehidupan takkan mungkin mendapat
makna yang berarti tentang kehidupan.
Cara penyair menyajikan tema
bermacam-macam. Ada yang satu kali saja dibaca, dengan cepat dapat diketahui
persoalan yang diungkapkan. Tetapi, ada juga karya puisi yang setelah
berulang-ulang dibaca baru diketahui temanya. Bahkan untuk hal yang seperti ini
diperlukan faktor ekstrinsik untuk memahaminya.
Dalam pengungkapan tema, diperlukan
1.
Kekayaan imaji penyair. Yang
dimaksud dengan kekayaan imji ialah seberapa banyak penyair memiliki
pengetahuan, untuk membayangkan hal-hal yang menyangkut tema yang diungkapkan.
Seorang penyair yang kaya imaji. (daya bayang) akan mampu mengutarakan
persoalannya dengan jelas dan tajam.
2.
Kecendikiawan. Seorang penyair
yang cendekia akan terlihat dari hasil pemikirannya yang matang terhadap
persoalan yang diajukan. Dengan gayanya yang khas, ia memberikan sesuatu kepada
pembaca akan makna kehidupan yang diungkapkan, serta memperkaya penghayatan
kita tentang kehidupan.
3.
kearifan. Seorang penyair yang
menggebu-gebu atau bombastis dalam mengungkapkan persoalannya tentu bukan
seorang yang arif. Kearifan akan terlihat dari pilihan katanya yang
memperhatikan kerendahan hati, yang menimbulkan rasa simpatik kepada pembaca
walaupun sifatnya menggurui atau memberi petunjuk. Seorang yang arif adalah
seorang yang bijaksana yang tahu mencapai tujuan dengan cara-cara yang menimbulkan simpati.
4. Keaslian. Keaslian tema yang diungkapkan akan mempengaruhi kesan
pembaca terhadap karya yang dibacanya. Di bawah tema yang umum dapat diratik tema-tema khusus. Banyak tema-tema
khusus yang dapat diungkapkan penyair berdasarkan pengamatannya terhadap
kehidupan. Dalam hal ini banyak membaca karya-karya lainnya akan dapat
menimbulkan kesan asli atau tidaknya karya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar